Setelah hatam baca kedua seri
buku Dilan (Dia adalah Dilanku tahun 1990 dan Dia adalah Dilanku tahun 1991),
akhirnya aku bisa baca buku ketiganya juga, Milea: Suara dari Dilan.
Sebenarnya baca bukunya udah selesai dari dua bulan lalu, tapi baru inget kalau ini belum direview hehe. Buku ini adalah buku
pertama yang aku baca di tahun 2017 dan membaca buku ini merupakan awal yang
baik menurutku karena buku Pidi Baiq ini jadi buku yang aku favoritkan.
Dengan penuh rasa penasaran akan apa yang bakal dikatakan Dilan di bukunya yang
ini, aku pun membacanya dengan antusias dan buku ini selesai kubaca dalam
semalam saja.
Setelah nangis-nangis baper
akibat baca Dilan yang kedua, aku ngerasa jadi kebal kalau misalkan harus nangis lagi
baca buku yang ini, tapi ternyata aku gak sampai nangis baca buku ini. Hanya
saja, nyesek! Hati aku beneran terenyuh baca ceritanya, aku bisa mengatakan kalau
cerita Dilan dan Milea ini jadi cerita romance
favoritku! Berhubung buku ini dikisahkan dari sudut pandang Dilan, buku
ini jadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku dan pembaca lainnya di bukunya
yang kedua.
Di buku ini pun, Dilan nggak cuma
nyeritain tentang hubungannya dengan Lia aja. Kebanyakan dia justru ceritain
ayahnya, ibunya, dan temen-temennya. Cerita tentang mereka yang belum Lia
ungkapin di buku sebelumnya. Gimana tegasnya ayah Dilan, pak Ical. Juga, gimana
lovely nya si Bunda. Semuanya lebih
jelas diceritain dari sudut pandang Dilan.
Dilan pun nggak banyak ngulang
cerita-cerita yang udah diceritain di buku kesatu atau keduanya sama Lia. Dilan
cuma bilang ‘…seperti yang Lia ceritakan di bukunya yang kedua’. Padahal pengen
tau gimana tanggapannya dia.
Kalau di dua buku sebelumnya, settingnya di Bandung, di buku ketiga
ini ada juga bagian waktu Dilan ke Jogja, masa-masa Dilan nyari kuliah. Dan dari
perjalanan itu, kita tau bahkan setelah Dilan putus dan gak berhubungan sama
Lia pun, Dilan masih mikirin Lia!
Puncak bapernya baca buku ini
adalah ketika Dilan seakan menjawab pertanyaan-pertanyaan pembaca di buku
keduanya, waktu bagian Lia nelpon Dilan malem itu. Pertanyaan-pertanyaan
seperti kenapa Dilan nyerah gitu aja waktu diputusin Lia dan hal-hal lain yang
tidak diceritakan Lia di kedua bukunya terungkap disini. Hm, dan semuanya emang
salah paham aja! Ah! SALAH PAHAM!
Aku baca halaman perhalaman buku
ini sambil berandai-andai.
‘Andai, Dilan dulu nanya langsung ke Lia,
jangan malah diem-dieman.’
‘Andai, Lia juga ngomong ke Dilan
waktu dia liat Dilan sama Risa.’
‘Andai, dulu Dilan sama Lia
ngomong dan jujur satu sama lain, mungkin mereka masih bersatu’
Andai dan andai.
Aku nggak bisa bayangin gimana
ada di posisi Dilan atau Milea. Mungkin, mereka masih saling cinta, tapi mereka
baru tau jawaban-jawabannya setelah masing-masing ada yang punya. Nyesek! Nggak ada kata lain yang
menggambarkan kesan setelah baca buku ini selain nyesek! Lewat buku ini, aku
jadi belajar banyak kalau komunikasi dalam sebuah hubungan itu penting, penting
banget! Karena tanpa komunikasi yang baik, kesalahpahaman itu gampang banget
terjadi. Jangan sampe kejadian kaya Dilan dan Lia ini. Se-nyesel apa coba
mereka?
Lewat buku ini, kita juga sedikit
tau gimana menghadapi perempuan dari sudut pandang laki-laki. Ternyata,
laki-laki pun – untuk beberapa kondisi – lebih senang diam dan memendam masalah
yang dia rasain, kaya Dilan ini. Dan ya, sebagai perempuan, kita
kadang gengsi kalau ngomong duluan, maunya laki-laki yang ngomong duluan. Kaya
Lia ini, mana mungkin dong Lia nanya ke Dilan waktu itu soal Risa, apalagi
posisi mereka saat itu udah jadi mantan. Perempuan mana yang gak gengsi nanya
kayak gitu? Ah tapi kan..
Ada bagian di buku ini yang bikin aku merinding sekaligus hampir nangis, waktu bunda mengungkapkan kerinduannya
sama Lia. “Dilan, Bunda rindu Lia”
Seperti yang udah kita tahu di
kedua bukunya kalau Lia ini deket banget sama si Bunda, jadi waktu Dilan putus
sama Lia, bukan cuma Dilan yang ngerasa kehilangan, tapi Bunda juga.
5/5 stars dari aku buat
buku ini. Aku bener-bener suka! Walaupun ceritanya gak berakhir bahagia, tapi
yah namanya juga realita. Justru menurutku dari kisah Dilan-Milea ini, banyak
pelajaran yang bisa kita ambil supaya gak bernasib sama kayak Dilan dan Milea.
Ah ya, buat yang udah baca Dilan 1 sama 2, harus banget baca buku ini, karena
kalau engga, mungkin kamu ngerasain galau berkepanjangan kayak yang aku rasain
sebelum baca buku ketiga ini! Soalnya buku kedua tuh kayak pertanyaan dan yang
ini jawabannya. Jadi harus baca deh!
Mungkin buku ini jadi penutup
romansa Dilan dan Milea ya? I just wanna say thank you buat surayah Pidi Baiq
yang sudah mengenalkan karakter Dilan dan Milea lewat bukunya! Semoga surayah
semakin aktif berkarya dan membuat Dilan Dilan yang lain! Semoga Dilan dan
Milea nya juga sama-sama bahagia di kehidupan yang mereka jalanin – terlepas
dari siapapun Dilan itu.
Comments