Masa kecil mungkin adalah masa terbahagia menurut saya. Bak
seekor anak burung, di masa itu, saya banyak belajar, meniru, dan tentunya
bahagia. Bagi saya, di masa itu, yang ada di fikiran saya adalah bahagia,
bahagia, dan bahagia. Tak ada beban, kesedihan, dan ketakutan. Dibesarkan
sebagai anak pertama, membuat saya menjadi satu-satunya, dibesarkan dengan
kasih sayang dari kedua orang tua saya. Apapun yang saya lakukan, membuat mama
dan papa selalu tersenyum. Entah selucu apa saya saat itu sampai membuat mereka
tersenyum. Satu hal yang tak pernah saya lupakan saat masa kecil saya adalah,
permainannya!
Source: http://home.bt.com/lifestyle/family/parenting/gardening-is-favourite-childhood-memory-11363903975132 |
Ya, saya senang sekali bermain, sehari pun tak pernah saya
lewatkan tanpa bermain. Sepulang dari taman kanak-kanak, saya berpatroli
menyatroni satu persatu rumah sahabat kecil saya untuk mengajak mereka bermain.
Saya bersyukur, tinggal di kawasan padat penduduk di masa kecil saya, bukan di
komplek-komplek perumahan elit yang
jarak antar rumahnya berjauhan dan terkesan lebih individualis. Banyak sekali
anak sepantaran saya yang menjadi teman masa kecil saya. Ada yang cengeng, aduan atau sedikit-sedikit bilang ke
mama, anak mami, tomboy, bandel, ingusan, centil, dan masih banyak lagi
karakter mereka yang masih saya ingat hingga detik ini. Bahagia loh
mengenangnya.
Banyak sekali permainan yang kami mainkan. Permainan
legendaris ya tentu saja bermain ‘Saya orang kaya, saya orang miskin’. Di
daerah saya, banyak sekali permainan yang namanya pun di ambil dari bahasa
Sunda seperti Oray-orayan atau bahasa
Indonesianya ular-ularan, ucing sumput (Petak
umpet), ucing bancakan, ucing betadine,
ucing sendal. Entah darimana asal muasalnya hingga diberi nama awalan
ucing, mungkin karena bermainnya seperti kucing, kah? Ada juga permainan lain
seperti ‘dua belas menjadi patung’ yang
mana kita dilarang untuk bergerak selama dua belas kali hitungan, yang bergerak
itu menjadi ucing atau kucingnya. Boy-boyan, lompat tinggi, congklak, kuwuk,
beklen, engkle, sapintrong, dan masih banyak lagi. Beberapa diantaranya
sudah tak pernah saya jumpai di anak-anak masa kini. Permainan yang paling
berkesan bagi saya adalah ucing sendal atau
bahasa Indonesianya kucing sendal. Entah mengapa namanya bisa menjadi kucing
sendal. Kenapa permainan ini berkesan buat saya? Karena sebelah sendal saya
yang baru beberapa hari dibeli mama hilang gara-gara kucing sendal itu!
Jadi sekilas permainannya adalah seperti petak umpet, namun
yang disembunyikan adalah sendal, bukan orang yang bersembunyi dan orang yang
kucing itu harus menemukan sendal pemain lainnya.
Pertama kali, kita melakukan gambreng, setelah ada yang menjadi kucing, si kucing itu harus
masuk ke dalam lingkaran yang ditulis oleh kapur di tanah, semua pemain
mengumpulkan sebelah sendalnya bersama si kucing dan kita harus melingkari si
kucing untuk mengambil sendal kita yang ada di dalamnya, tapi jangan sampai
tersentuh si kucing karena kalo tersentuh, tamat sudah riwayatmu! Kamu harus
masuk ke lingkaran tersebut menggantikan si kucing. Hayo! Jika sendal tersebut
sudah berhasil kamu ambil, maka kamu harus bersiap-siap segera
menyembunyikannya. Sendal yang tak bisa diambil kembali pemiliknya atau sendal
satu-satunya yang tersisa di lingkaran adalah sendal si kucing, jadi pemain
yang sandalnya masih ada di dalam lingkaran berubah menjadi kucing! Miaw!
Setelah itu, kucing harus mencari sandal yang disembunyikan
sampai semuanya ketemu, jika semua sendal telah ditemukan, sendal pertama yang
ditemukan si kucing adalah sendal yang pemiliknya akan menjadi kucing
berikutnya. Mengasyikan, bukan?
Iya sih asyik, tapi permainan ini sungguh beresiko, makanya
kalau bermain ucing sendal ini, teman-teman
saya suka memakai sendal bekas, jadi hilang pun tak masalah. Nah, sialnya saya
adalah malah memakai sendal baru dan apesnya lagi malah hilang. Makanya, jangan
pamer! Hahaha. Saat sendal saya hilang itu, saya menyembunyikannya dibalik
sebuah gerobak, saya ingat sekali memang menyimpannya disitu. Namun, si kucing
belum juga menemukan sendal saya. Saya tertawa puas karena sendal saya
tersembunyi dengan aman. “Taluk? (Nyerah?)” ucap saya sambil tersenyum nakal ke
arah teman saya itu. Dia pun mengiyakan dengan muka masam. Baiklah, saya pun
berlari menuju gerobak tadi “Disini, tau!” ujar saya. Namun, ternyata eh
ternyata… tidak ada! Sendal saya hilang! Saya mencari ke sekeliling gerobak
itu, teman-teman saya turut mencari, bukan hanya si kucing. Sampai hari
menjelang maghrib, si sendal kaca Cinderella
itu belum juga ditemukan. Risau, bingung, sedih, dan takut dimarahi mama
adalah perasaan yang saya rasakan saat itu. Akhirnya, saya pun pasrah dan
melepas kepergian sendal kesayangan saya. Saya pun pulang ke rumah dengan
sebelah kaki nyeker. Mirip sekali
seperti Cinderella. Sayangnya, tak
ada pangeran yang mencari sendal saya. Keringat, bau asem, dan muka kucel
adalah gambaran saya dan teman-teman saya seusai bermain ucing sendal. Tak apalah, itu tanda bahagia.
Masa kecil memang masa yang paling bahagia untuk dikenang,
masa dimana kita tak memiliki beban dan hidup hanya untuk bahagia saja. Seiring
berjalannya waktu, sekolah, bangun pagi tiap hari, memiliki PR, ulangan, raport
adalah beban pertama yang saya rasakan. Makin
kesini, beban itu bukannya menghilang, malah semakin membesar dan ternyata masa
yang indah itu pun tak akan pernah bisa terulang lagi. Saya hanya dapat
mengenang masa kecil yang indah itu.
Namun ternyata, masa bermain yang menurut saya indah itu
tidak turut serta dirasakan anak-anak di zaman sekarang. Teknologi ‘membunuh’
semuanya. Sekarang, mereka lebih senang bermain lewat benda yang dinamakan
benda pintar itu. Download, install,
uninstall, tap, touch, swap, dan sebagainya adalah kata-kata yang familiar
bagi mereka. Untungnya, saya baru mengenal benda benda pintar itu ketika SMP
bahkan beranjak ke SMA, sehingga saya tak perlu menghabiskan masa kecil dengan
benda pintar itu karena sesungguhnya masa kecil saya seribu kali lebih bahagia
di bandingkan masa kecil yang dihabiskan hanya dengan bermain di benda pintar
itu.
Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Permainan Masa Kecil
yang diselenggarakan oleh Mama Calvin dan Bunda Salfa.
Comments
Sukanya main lompat tali..